RSS

Caraku mencintaimu


Aku tahu bahwa mungkin kau tidak pernah suka diperlakukan seperti anak kecil, seperti tahanan kota yang dijejeri banyak pertanyaan hanya karena melangkah ke suatu tempat. Aku tahu mungkin kau muak dengan caraku yang tak bisa disaring oleh logikamu, ketika pria-pria lainnya bebas berpergian kemanapun, tapi aku selalu menahanmu untuk melangkah ke tempat manapun, hanya karena aku tak bersamamu saat kauingin bebas berpergian.

Sayang, inilah caraku untuk melindungimu. Cara yang mungkin tak pernah kau inginkan dan kau harapkan. Mengekangmu terlalu dalam dan membatasi lingkungan sosialisasimu. Mengaturmu layaknya bayi kecil yang tidak boleh kemana-mana tanpa seorangpun yang menemaninya. Dengan begitu gilanya, aku mengkhawatirkanmu, padahal kutahu kau bisa melindungi dirimu sendiri, kau bisa membela dirimu tanpa harus menyertai aku dalam pembelaanmu.

Aku terlalu rajin jika harus bertanya siapa saja wanita yang menghubungimu setiap menit. Siapa saja wanita yang mencoba mendekatimu setiap jam, dan siapa saja wanita yang mengomentari status jejaring sosialmu setiap harinya. Mungkin kau merasa sangat amat risih dengan tindakanku yang terkesan menjijikan, layaknya koruptor yang takut kehilangan miliyaran hartanya, layaknya ibu rumah tangga yang sangat menyayangi buah hatinya. 

Aku tahu, Sayang. Bahwa kautidak mungkin membohongiku, bahwa perkataanmu pasti dapat dibuktikan. Kau selalu memaksaku untuk menjelaskan dasar dari perbuatanku yang membuatmu risih dan jera. Cemburu buta itu tak pernah berdasar, sedangkan posesif tak pernah butuh logika agar sibuk bekerja pada bagiannya.

Beberapa wanita yang berjanji membahagiakanmu tapi mereka malah meninggalkanmu. Dan, lihatlah saat ini kau memilikiku, dengan segala keterbatasan dan kemampuanku. Detik ini, bisakah kau mengerti sedikit saja? Bahwa aku memiliki banyak kelebihan, tapi satu kekuranganku yang tak kausuka adalah melindungimu dengan cara yang salah. Sayang, tapi aku selalu berharap bahwa aku tak akan pernah mencintaimu dengan cara yang salah.

Begonia flower Garden




























Cerita cinta


Senyumnya adalah bagian yang paling kuhapal. Setiap hari kunikmati senyum itu sebagai salah satu pasokan energiku. Kali ini pun tetap sama, ketika kupandangi ia yang sedang menulis sesuatu di kertasnya. Matanya sesekali mengarah padaku, ia menyimpulkan senyum itu lagi.

Aku yang sedang menggambar sketsa wajahnya, memerhatikan setiap lekuk pahatan tangan Tuhan. Detail wajahnya tak kulewati seinci pun. Hidungnya yang tak terlalu mancung, pipi dan rahang yang tegas, dan bentuk bibirnya yang mencuri perhatian siapapun saat menatap lengkungan senyum itu. Aku penggemarnya, seseorang yang mencintainya tanpa banyak ucap, namun dengan tindakan yang nyata.

Secara terang-terangan, seringkali aku tak pernah bilang cinta, namu selalu kutunjukan rasa. Entah lewat sentuhan, perhatian, dan caraku membangun percakapan. Aku mencintainya. Terlalu mencintainya. Sampai-sampai aku tak sadar bahwa kedekatan kita semakin tak terkendalikan, meskipun semua singkat, tapi rasanya cinta begitu terburu-buru mengetuk pintu hatiku.

Betapa kami sangat bahagia cukup dengan seperti. Betapa cara sederhana bisa membuat aku dan dia merasa tak butuh apa-apa lagi, selain kebersamaan dan takut akan rasa kehilangan.

Aku yang menunduk dan masih menggambar, jadi salah tingkah ditatap dengan tatapan seperti. Ia arahkan jemarinya ke atas kepalaku dan membelai rambutku. Aku tak tahu maksud dari sendtuhan itu, entah mengapa seketika tubuhku tak bisa memberi banyak tanggapan atas sentuhannya. Aku merasakan adanya cinta dalam setiap sentuhannya.

"Bagi orang yang ingin membahagiakanmu, tak akan pernah ada luka, meskipun cinta yang ia tunjukkan begitu lambat kaurasakan. Ketika tulus mencintai seseorang, ia melakukan banyak hal karena ia mencintaimu, bukan karena ia memikirkan apa yang akan ia dapatkan ketika ia mencintaimu. Begitu manisnya cinta, lebih manis lagi jika tak hanya satu orang yang berjuang untuk membahagiakan, harus saling membahagiakan."

Ia menikmati gambarku dengan senyuman memesona, senyum yang paling kucintai dan kukagumi. Gambarku adalah sosoknya yang kujadikan sketsa di kertas A4. aku tak melewatkan detail wajahnya yang indah dan penuh ketulusan. Hidungnya yang kurang mancung, rahangnya yang tegas juga bibirnya yang menggemaskan. Aku menebak wajahnya yang terharu ketika karya itu kuberi judul Masa Depan.

Untukmu pria dengan senyum mempesona, dengan kacamata saat kamu bekerja
Dari seseorang yang selalu memperhatikanmu

Seharusnya dari awal aku tak mengenalmu


Akhirnya, aku sampai ditahap ini. Posisi yang sebenarnya tak pernah kubayangkan. Aku terhempas begitu jauh dan jatuh terlalu dalam. Kukira langkahku sudah benar. Kupikir anggapanku adalah segalanya. Aku salah, meyerah adalah jawaban yang kupilih; meskipun sebenarnya aku masih ingin memperjuangkan kamu

Aku terpaksa berhenti karena tugasku untuk mencintaimu kini telah menjadi tugas barunya. Hari-hariku yang tiba-tiba kosong dan berbeda ternyata cukup membawa rasa tertekan. Mungkin, ini berlebihan. Tentu saja kaupikir ini sangat berlebihan karena kamu tak ada dalam posisiku, kamu tak merasakan sesaknya jadi aku

Jika aku punya kemampuan membaca matamu dan mengerti isi otakmu, mungkin aku tak akan mempertahankan kamu sejauh ini. Jika aku cukup cerdas menilai bahwa perhatianmu bukanlah hal yang terlalu spesial, mungkin sudah dari dulu kita tak saling kenal. Aku terburu-buru mengartikan segala perhatian dan ucapanmu adalah wujud terselubung dari cinta. Bukankah ketika jatuh cinta, setiap orang selalu menganggap segala hal yang biasa terasa begitu spesial dan manis? Aku pernah merasakan fase itu. Aku juga manusia biasa. Kuharap kamu memahami dan menyadari. Aku berhak merasa bahagia karena membaca pesan singkatmu disela-sela dingin malamku. Aku boleh tersenyum karena detak jantungku tak beraturan ketika kamu memberi sedikit kecupan meskipun hanya berbentuk tulisan

Aku mencintaimu. Sungguh. Mengetahui kautak memilihku adalah hal paling sulit yang bisa kumengerti. Aku masih belum mengerti. Aku masih belum mengerti. Mengapa semua berakhir sesakit ini? Aku sudah berusaha semampuku, menjunjung tinggi kamu sebisaku, tapi dimana perasaanmu? Tatapanmu dingin, sikapmu dingin, dan aku dilarang menuntut ini itu. Aku bukan siapa-siapamu. Bukan siapa-siapamu

Jika kauingin tahu, aku kesesakan dalam status  yang menyedihkan itu. Aku terkatung-katung sendirian. Meminum asam dan garam, membiarkan kamu meneguk hal-hal manis. Begitu banyak yang kulakukan, mengapa matamu masih belum terbuka dan hatimu masih tertutup ragu?

Sejak dulu, harusnya tak perlu kuperhatikan kamu sedetail itu. Sejak pertama bertemu, harusnya tak perlu kucari kontakmu dan kuhubungi kamu dengan begitu lugu. Sejak tahu kehadiranmu, harusnya aku tak menggubris. Aku terlalu penasaran, terlalu mengikuti rasa keingintahuanku. Jika dari awal aku tak mengenalmu, mungkin aku tak akan tahu rasanya meluruhkan air mata di pipi

Iya. Aku bodoh. Puas?

Semua berlalu dan semua cerita harus punya akhir, ini bukan akhir yang kupilih. Seandainya aku bisa memilih cerita akhir, aku hanya ingin mendekapmu, sehingga kautahu; di sini aku selalu bergetar ketika mendo'akanmu

Menjaga dan melindungimu


Aku tahu bahwa mungkin kautidak pernah suka diperlakukan seperti anak kecil, seperti tahanan kota yang dijejeri banyak pertanyaan hanya karena melangkah ke suatu tempat. Aku tahu mungkin kau muak dengan caraku yang tak bisa disaring oleh logikamu, ketika pria-pria lainnya bebas berpergian kemanapun, tapi aku selalu menahanmu untuk melangkah ke tempat manapun, hanya karena aku tak bersamamu saat kauingin bebas berpergian

Inilah caraku melindungimu. Cara yang mungkin tak pernah kauinginkan dan kauharapkan. Mengekangmu terlalu dalam dan membatasi lingkungan sosialisasimu. Mengaturmu layaknya bayi kecil yang tidak boleh kemana-mana tanpa seorangpun yang menemaninya. Dengan begitu gilanya, aku mengkhawatirkanmu, padahal kutahu kaubisa melindungi dirimu sendiri, kaubisa membela dirimu tanpa harus menyertai aku dalam pembelaanmu

Aku terlalu rajin jika harus bertanya siapa saja wanita yang menghubungimu setiap menit. Siapa saja wanita yang mencoba mendekatimu setiap jam, dan siapa saja wanita yang mengomentari status jejaring sosialmu setiap harinya. Mungkin kaumerasa sangat amat risih dengan tindakanku yang terkesan menjijikan, layaknya koruptor yang takut kehilangan milyaran hartanya, layaknya ibu rumah tangga yang sangat menyayangi buah hatinya

Aku selalu curiga dengan semua perkataanmu. aku selalu tak percaya dengan semua pernyataanmu. Jangan berpikir bahwa kauadalah pihak yang paling tersiksa. Jujur, aku sendiri juga tersiksa ketika harus memperlakukanmu seperti penjahat kelas kakap yang harus dipaksa terlebih dahulu baru dia akan mengakui segala perbuatannya. Aku tahu, bahwa kautidak mungkin membohongiku, bahwa perkataanmu pasti dapat dibuktikan

Kauselalu memintaku untuk menjelaskan dasar dari perbuatanku yang membuatmu risih dan jera. Cemburu buta itu tak pernah berdasar, sedangkan posesif tak pernah butuh logika agar sibuk bekerja pada bagiannya. Ya! kausering menyamakanku dengan beberapa wanita yang "dulu" sempat membuatmu bahagia

Dengan segala keterbatasan dan kemampuanku. Detik ini, bisakah kaumengerti sedikit saja? Bahwa aku memiliki banyak kelebihan, tapi satu kekuranganku yang tak kausuka adalah melindungimu dengan cara yang salah. Tapi aku selalu berharap bahwa aku tak akan pernah mencintaimu dengan cara yang salah

Pemendaman ku


Dengarlah bait demi bait titian kata ini
Terkadang, aku sama sekali tak mampu menilik pada bilik mana engkau tinggal. Hingga sampai saat ini tak kutemui juga dirimu. Entah pada titik mana aku masih mampu mengeja kehadiranmu. Mampuku hanya mengadu pada Rabbku, kapan kita hendak bersua? Lalu kuselipkan doa-doa panjang untukmu di setiap sujud. Meski tak kuketahui betapa rupawannya dirimu. Semoga kelak aku menjadi orang yang beruntung saat bisa mendampingimu

Hanya padaNya lah segala harapan kan terselip. Selalu kutitipkan salam rindu pada sang bayu. Entah kan sampai padamu atau tidak. Semoga aku masih tetap mampu mengeja perasaan. Agar segalanya tetap bisa berlaku normal, termasuk hatiku yang merindumu. Pernah kusampaikan pada rintik hujan yang sesaat mengerling ke arahku, betapa aku inginkan syahdunya kita saat bisa menatap reruntuhan awan yang menjadikannya gerimis. Lalu sesaat hanya kutemui diriku masih sendiri di sini, menatap mendung yang menghadirkan redup. Semoga asaku tak redup untuk menunggumu

Pada masa penantian, tentu engkau tahu. Betapa sulit semua kulalui sendirian. Menantimu membawa setangkup niat suci ke hadapan ayahanda. Untuk memindahkan tanggung jawab atasku dari ayahanda ke pundakmu. Pernah kubayangkan saat-saat paling menakjubkan itu menghampiriku. Semua tak lantas kandas. Aku menyimpannya rapat dalam sebait doa, lantas kukirimkan padaNya

Allah tahu seberapa jauh perjuangan kita untuk bertemu dalam sepetak harapan suci. Semoga Allah mudahkan segalanya. Tak terkecuali untuk sebuah semangat di jalan dakwah. Terkadang ingin sekali ku menikah di jalan dakwah. Bersamamu terus menghidupkan ruh-ruh Islam untuk semesta. Melahirkan generasi pengusung peradaban. Semoga Allah merangkul kita selalu

Kelak, akan kau temui seorang aku. Jika kau sempat mampir di beranda ini, jangan kau kaget. Surat ini kutulis khusus untukmu. Dalam sesaknya rindu. Kau pernah bukan merasakan rindu, tapi tak tahu hendak kau sampaikan pada siapa rindu itu. Ya rinduku ini padamu. Pada engkau yang telah tertulis di Lauhul Mahfudz. Meski tak kuketahui sekarang ini, biarlah, tak apa. Aku ikhlas dalam penantian ini

Aku selalu berdoa yang sama padaNya. Jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku pada seseorang yang selalu mencintaiMu. Agar bertambah rasa cintaku padaMu. Karena kutahu, engkaupun hanya titipan dariNya. Yang sewaktu-waktu bisa Dia ambil kapan saja. Jadilah tetap Allah sandaranmu, bukan aku. Kelak ku ingin menjadi penyejuk jiwamu dalam taat, dan dalam jalan cinta menujuNya

Kepadamu sang jodohku
Aku selalu berharap kita kan bertemu suatu saat na
nti

Membunuh masa lalu


Mataku sembab, menangisimu
Setiap kali mengingatmu, sama saja mengundang air mata membasahi pipiku
Pertemuan kita yang indah memang tak seindah cerita akhirnya

Aku masih menyimpan barang kenangan kita
Menyekap mereka dalam kardus agar aku tak lagi melihatnya
Bahkan aku masih memikirkanmu saat kutahu kautak lagi memikirkanku
Semudah itu kaudatang, semudah itu kaumeninggalkan
Semudah itu kau mengendalikan hatiku, semudah itu kau merusak dan mengobrak-abriknya

Jangan tanyakan mengapa hingga saat ini aku masih merindukanmu
Mengapa dalam rentan waktu tanpamu, aku merasa perasaanku mati seketika
Aku tak dapat membedakan mana tangis dan mana tawa, mana amarah dan cinta yang membuncah
Dunia semakin terlihat gelap dimataku

Bagaimana aku bisa merasa tersiksa jika kutahu kau bahagia bersama dia?
Mustahil bagiku, mengosongkan otak kiri dan kananku
Hingga tak ada lagi kamu yang mengisinya
Sulit bagiku, saat harus membunuh masa lalu
Masa dimana ada kamu
Hanya ada kamu

Belajar melepaskan


Kamu mengenalkan namamu begitu saja, uluran tanganmu dan suara lembutmu berlalu tanpa pernah kuingat-ingat. Awalnya, semua berjalan sederhana. Kita bercanda, kita tertawa, dan kita membicarakan hal-hal manis; walaupun segala percakapan itu hanya tercipta melalui pesan singkat. Perhatian yang mengalir darimu dan pembicaraan manis kala itu hanya kuanggap sebagai hal yang tak perlu dimaknai dengan luar biasa

Kehadiranmu membawa perasaan lain. hal berbeda yang kamu tawarkan padaku turut membuka mata dan hatiku dengan lebar. Aku tak sadar, bahwa kamu datang memberi perasaan aneh. Ada yang hilang jika sehari saja kamu tak menyapaku melalui dentingan pesan. Setiap hari ada saja topik menarik yang kita bicarakan, sampai pada akhirnya kita berbicara hal paling menyentuh; cinta

Aku bergejolak dan menaruh harap. Apakah kausudah menganggap aku sebagai wanita spesial meskipun kita tak memiliki status dan kejelasan? Senyumku mengembang dalam diam, segalanya tetap berjalan begitu saja, tanpa kusadari bahwa cinta mulai menyeretku ke arah yang mungkin saja tak kuinginkan

Saat bertemu, kita tak pernah bicara banyak. Hanya sesekali menatap dan tersenyum penuh arti. Ketika , berbicara di SMS, kita begitu bersemangat, aku bisa merasakan semangat itu melalui tulisanmu. Sungguh, aku masih tak percaya segalanya bisa berjalan secepat dan sekuat ini. Aku terus meyakinkan diriku sendiri, bahwa ini bukan cinta. Ini hanya ketertarikan sesaat karena aku merasakan sesuatu yang baru dalam hadirmu. Aku berusaha memercayai bahwa perhatianmu, candaanmu, dan caramu mengungkapkan pikiranmu adalah dasar nyata pertemanan kita. Ya, sebatas teman, aku tak berhak mengharapkan sesuatu yang lebih

Aku tak pernah  ingin mengingat kenangan sendirian. Aku juga tak ingin merasakan sakit sendirian. Tapi, nyatanya
Perasaanku tumbuh semakin pesat, bahkan tak lagi terkendalikan. Siapakah yang bisa mengendalikan perasaan? Siapakan yang bisa menebak perasaan cinta bisa jatuh pada orang yang tepat ataupun salah? Aku tidak sepandai dan secerdas itu. Aku hanya wanita yang takut kehilangan seseorang yang tak pernah aku miliki

Salahku memang jika mengartikan tindakanmu sebagai cinta. Tapi, aku juga tak salah bukan jika berharap bahwa kamu juga punya perasan yang sama? Kamu sudah jadi sebab tawa dan senyumku, aku tak percaya kautak mungkin membuatku sedih dan kamu tak akan jadi sebab air mataku. Aku percaya kamulah kebahagiaan baru yang akan memberiku sinar paling terang. Aku sangat memercayaimu, sangat! Dan, itulah kebodohan yang harus kusesali

Ternyata, ketakutanku terjawab sudah, kamu menjauhiku tanpa alasan yang jelas. kamu pergi tanpa ucapan pisah dan pamit. Aku terpukul dengan keputusan yang tak kausampaikan padaku, tapi pantaskah aku marah? Aku tak pernah jadi siapa-siapa bagimu, mungkin aku hanya persinggahan; bukan tujuan. Kalau kauingin tahu, aku sudah merancang berbagai mimpi indah yang ingin kuwujudkan bersamamu. Mungkin, suatu saat nanti, jika Allah izinkan, aku percaya kita pasti bisa saling membahagiakan

Aku tak punya hak untuk memintamu kembali, juga tak punya wewenang untuk memintamu segera pulang. Masih adakah yang perlu kupaksakan jika bagimu aku tak pernah jadi tujuan? Tidak munafik, aku merasakan kehilangan. Dulu, aku terbiasa dengan candaan dan perhatian kecilmu, namun segalanya tiba-tiba hilang menguap, bagai asap rokok yang hilang ditelan gelapnya malam

Sesungguhnya, ini juga salahku, yang bertahan dalam diam meskipun aku punya perasaan yang lebih dalam dan kuat. Ini bukan salahmu, juga bukan kesalahannya. Tapi, tak mungkin matamu terlalu buta dan hatimu terlalu cacat untuk tahu bahwa aku mencintaimu

Aku harus belajar tak peduli. Aku harus belajar memaafkan, juga merelakan
Copyright 2009 My Inspiration. All rights reserved.
Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates