RSS

Seharusnya dari awal aku tak mengenalmu


Akhirnya, aku sampai ditahap ini. Posisi yang sebenarnya tak pernah kubayangkan. Aku terhempas begitu jauh dan jatuh terlalu dalam. Kukira langkahku sudah benar. Kupikir anggapanku adalah segalanya. Aku salah, meyerah adalah jawaban yang kupilih; meskipun sebenarnya aku masih ingin memperjuangkan kamu

Aku terpaksa berhenti karena tugasku untuk mencintaimu kini telah menjadi tugas barunya. Hari-hariku yang tiba-tiba kosong dan berbeda ternyata cukup membawa rasa tertekan. Mungkin, ini berlebihan. Tentu saja kaupikir ini sangat berlebihan karena kamu tak ada dalam posisiku, kamu tak merasakan sesaknya jadi aku

Jika aku punya kemampuan membaca matamu dan mengerti isi otakmu, mungkin aku tak akan mempertahankan kamu sejauh ini. Jika aku cukup cerdas menilai bahwa perhatianmu bukanlah hal yang terlalu spesial, mungkin sudah dari dulu kita tak saling kenal. Aku terburu-buru mengartikan segala perhatian dan ucapanmu adalah wujud terselubung dari cinta. Bukankah ketika jatuh cinta, setiap orang selalu menganggap segala hal yang biasa terasa begitu spesial dan manis? Aku pernah merasakan fase itu. Aku juga manusia biasa. Kuharap kamu memahami dan menyadari. Aku berhak merasa bahagia karena membaca pesan singkatmu disela-sela dingin malamku. Aku boleh tersenyum karena detak jantungku tak beraturan ketika kamu memberi sedikit kecupan meskipun hanya berbentuk tulisan

Aku mencintaimu. Sungguh. Mengetahui kautak memilihku adalah hal paling sulit yang bisa kumengerti. Aku masih belum mengerti. Aku masih belum mengerti. Mengapa semua berakhir sesakit ini? Aku sudah berusaha semampuku, menjunjung tinggi kamu sebisaku, tapi dimana perasaanmu? Tatapanmu dingin, sikapmu dingin, dan aku dilarang menuntut ini itu. Aku bukan siapa-siapamu. Bukan siapa-siapamu

Jika kauingin tahu, aku kesesakan dalam status  yang menyedihkan itu. Aku terkatung-katung sendirian. Meminum asam dan garam, membiarkan kamu meneguk hal-hal manis. Begitu banyak yang kulakukan, mengapa matamu masih belum terbuka dan hatimu masih tertutup ragu?

Sejak dulu, harusnya tak perlu kuperhatikan kamu sedetail itu. Sejak pertama bertemu, harusnya tak perlu kucari kontakmu dan kuhubungi kamu dengan begitu lugu. Sejak tahu kehadiranmu, harusnya aku tak menggubris. Aku terlalu penasaran, terlalu mengikuti rasa keingintahuanku. Jika dari awal aku tak mengenalmu, mungkin aku tak akan tahu rasanya meluruhkan air mata di pipi

Iya. Aku bodoh. Puas?

Semua berlalu dan semua cerita harus punya akhir, ini bukan akhir yang kupilih. Seandainya aku bisa memilih cerita akhir, aku hanya ingin mendekapmu, sehingga kautahu; di sini aku selalu bergetar ketika mendo'akanmu

Menjaga dan melindungimu


Aku tahu bahwa mungkin kautidak pernah suka diperlakukan seperti anak kecil, seperti tahanan kota yang dijejeri banyak pertanyaan hanya karena melangkah ke suatu tempat. Aku tahu mungkin kau muak dengan caraku yang tak bisa disaring oleh logikamu, ketika pria-pria lainnya bebas berpergian kemanapun, tapi aku selalu menahanmu untuk melangkah ke tempat manapun, hanya karena aku tak bersamamu saat kauingin bebas berpergian

Inilah caraku melindungimu. Cara yang mungkin tak pernah kauinginkan dan kauharapkan. Mengekangmu terlalu dalam dan membatasi lingkungan sosialisasimu. Mengaturmu layaknya bayi kecil yang tidak boleh kemana-mana tanpa seorangpun yang menemaninya. Dengan begitu gilanya, aku mengkhawatirkanmu, padahal kutahu kaubisa melindungi dirimu sendiri, kaubisa membela dirimu tanpa harus menyertai aku dalam pembelaanmu

Aku terlalu rajin jika harus bertanya siapa saja wanita yang menghubungimu setiap menit. Siapa saja wanita yang mencoba mendekatimu setiap jam, dan siapa saja wanita yang mengomentari status jejaring sosialmu setiap harinya. Mungkin kaumerasa sangat amat risih dengan tindakanku yang terkesan menjijikan, layaknya koruptor yang takut kehilangan milyaran hartanya, layaknya ibu rumah tangga yang sangat menyayangi buah hatinya

Aku selalu curiga dengan semua perkataanmu. aku selalu tak percaya dengan semua pernyataanmu. Jangan berpikir bahwa kauadalah pihak yang paling tersiksa. Jujur, aku sendiri juga tersiksa ketika harus memperlakukanmu seperti penjahat kelas kakap yang harus dipaksa terlebih dahulu baru dia akan mengakui segala perbuatannya. Aku tahu, bahwa kautidak mungkin membohongiku, bahwa perkataanmu pasti dapat dibuktikan

Kauselalu memintaku untuk menjelaskan dasar dari perbuatanku yang membuatmu risih dan jera. Cemburu buta itu tak pernah berdasar, sedangkan posesif tak pernah butuh logika agar sibuk bekerja pada bagiannya. Ya! kausering menyamakanku dengan beberapa wanita yang "dulu" sempat membuatmu bahagia

Dengan segala keterbatasan dan kemampuanku. Detik ini, bisakah kaumengerti sedikit saja? Bahwa aku memiliki banyak kelebihan, tapi satu kekuranganku yang tak kausuka adalah melindungimu dengan cara yang salah. Tapi aku selalu berharap bahwa aku tak akan pernah mencintaimu dengan cara yang salah

Pemendaman ku


Dengarlah bait demi bait titian kata ini
Terkadang, aku sama sekali tak mampu menilik pada bilik mana engkau tinggal. Hingga sampai saat ini tak kutemui juga dirimu. Entah pada titik mana aku masih mampu mengeja kehadiranmu. Mampuku hanya mengadu pada Rabbku, kapan kita hendak bersua? Lalu kuselipkan doa-doa panjang untukmu di setiap sujud. Meski tak kuketahui betapa rupawannya dirimu. Semoga kelak aku menjadi orang yang beruntung saat bisa mendampingimu

Hanya padaNya lah segala harapan kan terselip. Selalu kutitipkan salam rindu pada sang bayu. Entah kan sampai padamu atau tidak. Semoga aku masih tetap mampu mengeja perasaan. Agar segalanya tetap bisa berlaku normal, termasuk hatiku yang merindumu. Pernah kusampaikan pada rintik hujan yang sesaat mengerling ke arahku, betapa aku inginkan syahdunya kita saat bisa menatap reruntuhan awan yang menjadikannya gerimis. Lalu sesaat hanya kutemui diriku masih sendiri di sini, menatap mendung yang menghadirkan redup. Semoga asaku tak redup untuk menunggumu

Pada masa penantian, tentu engkau tahu. Betapa sulit semua kulalui sendirian. Menantimu membawa setangkup niat suci ke hadapan ayahanda. Untuk memindahkan tanggung jawab atasku dari ayahanda ke pundakmu. Pernah kubayangkan saat-saat paling menakjubkan itu menghampiriku. Semua tak lantas kandas. Aku menyimpannya rapat dalam sebait doa, lantas kukirimkan padaNya

Allah tahu seberapa jauh perjuangan kita untuk bertemu dalam sepetak harapan suci. Semoga Allah mudahkan segalanya. Tak terkecuali untuk sebuah semangat di jalan dakwah. Terkadang ingin sekali ku menikah di jalan dakwah. Bersamamu terus menghidupkan ruh-ruh Islam untuk semesta. Melahirkan generasi pengusung peradaban. Semoga Allah merangkul kita selalu

Kelak, akan kau temui seorang aku. Jika kau sempat mampir di beranda ini, jangan kau kaget. Surat ini kutulis khusus untukmu. Dalam sesaknya rindu. Kau pernah bukan merasakan rindu, tapi tak tahu hendak kau sampaikan pada siapa rindu itu. Ya rinduku ini padamu. Pada engkau yang telah tertulis di Lauhul Mahfudz. Meski tak kuketahui sekarang ini, biarlah, tak apa. Aku ikhlas dalam penantian ini

Aku selalu berdoa yang sama padaNya. Jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku pada seseorang yang selalu mencintaiMu. Agar bertambah rasa cintaku padaMu. Karena kutahu, engkaupun hanya titipan dariNya. Yang sewaktu-waktu bisa Dia ambil kapan saja. Jadilah tetap Allah sandaranmu, bukan aku. Kelak ku ingin menjadi penyejuk jiwamu dalam taat, dan dalam jalan cinta menujuNya

Kepadamu sang jodohku
Aku selalu berharap kita kan bertemu suatu saat na
nti

Membunuh masa lalu


Mataku sembab, menangisimu
Setiap kali mengingatmu, sama saja mengundang air mata membasahi pipiku
Pertemuan kita yang indah memang tak seindah cerita akhirnya

Aku masih menyimpan barang kenangan kita
Menyekap mereka dalam kardus agar aku tak lagi melihatnya
Bahkan aku masih memikirkanmu saat kutahu kautak lagi memikirkanku
Semudah itu kaudatang, semudah itu kaumeninggalkan
Semudah itu kau mengendalikan hatiku, semudah itu kau merusak dan mengobrak-abriknya

Jangan tanyakan mengapa hingga saat ini aku masih merindukanmu
Mengapa dalam rentan waktu tanpamu, aku merasa perasaanku mati seketika
Aku tak dapat membedakan mana tangis dan mana tawa, mana amarah dan cinta yang membuncah
Dunia semakin terlihat gelap dimataku

Bagaimana aku bisa merasa tersiksa jika kutahu kau bahagia bersama dia?
Mustahil bagiku, mengosongkan otak kiri dan kananku
Hingga tak ada lagi kamu yang mengisinya
Sulit bagiku, saat harus membunuh masa lalu
Masa dimana ada kamu
Hanya ada kamu

Belajar melepaskan


Kamu mengenalkan namamu begitu saja, uluran tanganmu dan suara lembutmu berlalu tanpa pernah kuingat-ingat. Awalnya, semua berjalan sederhana. Kita bercanda, kita tertawa, dan kita membicarakan hal-hal manis; walaupun segala percakapan itu hanya tercipta melalui pesan singkat. Perhatian yang mengalir darimu dan pembicaraan manis kala itu hanya kuanggap sebagai hal yang tak perlu dimaknai dengan luar biasa

Kehadiranmu membawa perasaan lain. hal berbeda yang kamu tawarkan padaku turut membuka mata dan hatiku dengan lebar. Aku tak sadar, bahwa kamu datang memberi perasaan aneh. Ada yang hilang jika sehari saja kamu tak menyapaku melalui dentingan pesan. Setiap hari ada saja topik menarik yang kita bicarakan, sampai pada akhirnya kita berbicara hal paling menyentuh; cinta

Aku bergejolak dan menaruh harap. Apakah kausudah menganggap aku sebagai wanita spesial meskipun kita tak memiliki status dan kejelasan? Senyumku mengembang dalam diam, segalanya tetap berjalan begitu saja, tanpa kusadari bahwa cinta mulai menyeretku ke arah yang mungkin saja tak kuinginkan

Saat bertemu, kita tak pernah bicara banyak. Hanya sesekali menatap dan tersenyum penuh arti. Ketika , berbicara di SMS, kita begitu bersemangat, aku bisa merasakan semangat itu melalui tulisanmu. Sungguh, aku masih tak percaya segalanya bisa berjalan secepat dan sekuat ini. Aku terus meyakinkan diriku sendiri, bahwa ini bukan cinta. Ini hanya ketertarikan sesaat karena aku merasakan sesuatu yang baru dalam hadirmu. Aku berusaha memercayai bahwa perhatianmu, candaanmu, dan caramu mengungkapkan pikiranmu adalah dasar nyata pertemanan kita. Ya, sebatas teman, aku tak berhak mengharapkan sesuatu yang lebih

Aku tak pernah  ingin mengingat kenangan sendirian. Aku juga tak ingin merasakan sakit sendirian. Tapi, nyatanya
Perasaanku tumbuh semakin pesat, bahkan tak lagi terkendalikan. Siapakah yang bisa mengendalikan perasaan? Siapakan yang bisa menebak perasaan cinta bisa jatuh pada orang yang tepat ataupun salah? Aku tidak sepandai dan secerdas itu. Aku hanya wanita yang takut kehilangan seseorang yang tak pernah aku miliki

Salahku memang jika mengartikan tindakanmu sebagai cinta. Tapi, aku juga tak salah bukan jika berharap bahwa kamu juga punya perasan yang sama? Kamu sudah jadi sebab tawa dan senyumku, aku tak percaya kautak mungkin membuatku sedih dan kamu tak akan jadi sebab air mataku. Aku percaya kamulah kebahagiaan baru yang akan memberiku sinar paling terang. Aku sangat memercayaimu, sangat! Dan, itulah kebodohan yang harus kusesali

Ternyata, ketakutanku terjawab sudah, kamu menjauhiku tanpa alasan yang jelas. kamu pergi tanpa ucapan pisah dan pamit. Aku terpukul dengan keputusan yang tak kausampaikan padaku, tapi pantaskah aku marah? Aku tak pernah jadi siapa-siapa bagimu, mungkin aku hanya persinggahan; bukan tujuan. Kalau kauingin tahu, aku sudah merancang berbagai mimpi indah yang ingin kuwujudkan bersamamu. Mungkin, suatu saat nanti, jika Allah izinkan, aku percaya kita pasti bisa saling membahagiakan

Aku tak punya hak untuk memintamu kembali, juga tak punya wewenang untuk memintamu segera pulang. Masih adakah yang perlu kupaksakan jika bagimu aku tak pernah jadi tujuan? Tidak munafik, aku merasakan kehilangan. Dulu, aku terbiasa dengan candaan dan perhatian kecilmu, namun segalanya tiba-tiba hilang menguap, bagai asap rokok yang hilang ditelan gelapnya malam

Sesungguhnya, ini juga salahku, yang bertahan dalam diam meskipun aku punya perasaan yang lebih dalam dan kuat. Ini bukan salahmu, juga bukan kesalahannya. Tapi, tak mungkin matamu terlalu buta dan hatimu terlalu cacat untuk tahu bahwa aku mencintaimu

Aku harus belajar tak peduli. Aku harus belajar memaafkan, juga merelakan

Ketika aku tak memahamimu


Awalnya, ini hanya perasaan kagum yang tak begitu kupedulikan. tapi ternyata aku salah; perasaan ini berkembang menjadi rasa takut kehilangan yang sulit kuhindari. Aku mulai menyayangimu tanpa sepengetahuanmu. Semua berjalan seperti biasa dan aku semakin menikmati kedekatan kita yang entah harus diberi nama dengan status apa

Aku tak pernah takut saat mencintaimu. Layaknya air laut yang mengikuti lekuk gelombang, seperti itulah aku membiarkan rasa cintaku terus mengalir tanpa kendali. Percakapan setiap malam yang kauselipkan lewat pesan singkat mampu menyeretku ke perasaan yang dulu sangat ingin kuhindari; cinta. Kamu membuka mataku dengan tindakanmu yang ajaib, sampai-sampai aku tak lagi paham alasan yang harus kujelaskan; mengapa aku bisa begitu menggilaimu

Cinta ini sangat tulus. Sungguh. Tak ada penuntutan yang kulakukan, aku juga tak mengganggumu, dan aku juga tak meminta status serta kejelasan. Aku tidak seberani itu kan? Kamu mengetahuiku juga mengenalku, tak mungkin jika kautak menyadari ada perasaan berbeda dalam hatiku. Aku bisa menebak matamu, ketika kamu bercerita tentang dunia yang ingin kausinggahi, saat kaumembawaku ke dalam dunia ceritamu yang sudah mulai kupahami. Aku berusaha memahami kemisteriusanmu

Aku merasa sudah mulai  memahami. Aku merasa punya kesempatan untuk sedikit mencicipi hidup menyenangkan bersamamu. Aku sanggup mengisi hari-harimu dengan kebahagiaan baru. Tapi, ternyata kita tak sejalan. Perhatian yang kusediakan khusus untukmu seakan menguap tak berbekas. Rasa cinta yang kuperjuangkan dengan sangat demimu seolah-olah tak pernah mampir sedikit dalam benakmu. Kaubiarkan aku mengejar bayangan, sementara kenyataan yang sesungguhnya entah kausembunyikan dimana. Batas kebahagian yang dulu kaujelaskan secara utuh padaku; kini buram dan hitam

Tidak mungkin kautidak tahu bahwa aku mencintaimu. Tidak mungkin kautak memahami perhatian dan tingkah lakumu. Tidak mungkin hatimu begitu buta untuk mengartikan segalanya yang kurasakan terhadapmu adalah cinta! Apa hatimu sengaja kaukunci rapat untukku? Apa matamu sengaja kaubutakan agar tak membiarkan bayanganmu menyentuh retinamu?

Langkahku terus mencoba menggapaimu, jemariku merasa menggenggam tanganmu; namun, ternyata semua kosong. Kukira, percakapan kita adalah hal yang spesial bagimu. Kusangka, semua perlakuanmu terhadapku adalah bukti bahwa kau menganggapku istimewa. Nyatanya, aku salah menafsirkan. Bagimu, aku bukan siapa-siapa dan tak berarti apa-apa

Aku tak bisa menahamu pergi. Bahkan, ketika kaumemilih habiskan kebahagiaanmu bersama yang lain, kemudian membiarkan aku sendirian. Tanpa mengucapkan apa-apa dan tanpa kautahu sudah ada yang tumbuh diam-diam di hatiku; cinta

Ternyata, aku belum benar-benar memahamimu. Ternyata, aku belum benar-benar mengenalmu. Ternyata, kamu yang kuperjuangkan dengan sangat mendalam; tak sehebat yang kubayangkan

Handphone


Dinginnya malam
pernah kulewati bersamamu
menjamah suaramu
mendengar tawa renyahmu

Tubuhnya yang tipis
membuatku meringis
pernah juga menangis
karena mendengar ceritamu
sebab tak kunjung kaujawab tanyaku

Aku mengenalmu
karena benda tak bernafas itu
aku mencumbu, cemburu, ngilu
karena mulai mencintaimu

Tak terdengar lagi suara merdumu
yang menghantar tidurku

Dari situ
suaramu mampu menggetarkan hati
lalu hempaskan harapan hati

Aku bisa mencintaimu
tanpa pernah melihat wajahmu
juga tanpa embel-embel menggenggam jarimu

Menjelaskan kesepian


Waktu merangkak dengan cepat, merangkak yang kita kira lambat ternyata bergerak seakan tanpa jerat. Semua telah berubah, begitu juga kamu, begitu juga aku, begitu juga kita. Bahkan waktu telah menghapus KITA yang pernah merasa tak berbeda, waktu telah memutarbalikkan segalanya yang sempat indah. Tak ada yang tahu, kapan perpisahan menjadi penyebab kegelisahan. Aku menjalani, kamu meyakini, namun pada akhirnya waktu juga yang akan menentukan akhir cerita ini. Kamu tak punya hak untuk menebak, begitu juga aku.

Kaubilang, tak ada yang terlalu berbeda, tak ada yang terasa begitu menyakitkan. Tapi, siapa yang tahu perasaan seseorang yang terdalam? Mulut bisa berkata, tapi hati sulit untuk berdusta. Kalau boleh aku jujur, semua terasa asing dan berbeda. Ketika hari-hari yang kulewati seperti tebakan yang jawabannya sudah kuketahui. Tak ada lagi kejutan, tak banyak hal-hal penuh misteri yang membuatku penasaran. Aku seperti bisa meramalkan semuanya, hari-hariku terasa hambar karena aku bisa membaca menit-menit di depan waktu yang sedang kujalani. Aku bisa dengan mudah mengerti peristiwa, tanpa pernah punya secuil rasa untuk menyelami sebab dan akibatnya. Aku paham dengan detik yang begitu mudah kuprediksi, semua terlalu mudah terbaca, tak ada yang menarik. Kepastian membuatku bungkam, sehingga aku kehilangan rasa untuk mencari dan terus mencari. Itulah sebabnya setelah tak ada lagi kamu di sini. Kosong.

Bagaimana aku bisa menjelaskan banyak hal yang mungkin saja tidak kamu rasakan? Aku berada di lorong-lorong gelap dan menunggu rengkuhan jemarimu mempertemukan aku pada cahaya terang. Namun, bahkan tanganmu saja enggan menyentuh setiap celah dalam jemariku, dan penyelamatan yang kurindukan hanyalah omong kosong yang memekakkan telinga. Harapanku terlalu jauh untuk mengubah semuanya seperti dulu, saat waktu yang kita jalani adalah kebahagiaan kita seutuhnya, saat masih ada kamu dalam barisan hariku.

Perpisahan seperti mendorongku pada realita yang selama ini kutakutkan. Kehilangan mempersatukan aku pada air mata yang seringkali jatuh tanpa sebab. Aku sulit memahami kenyataan bahwa kamu tak lagi ada dalam semestaku, aku semakin tak bisa menerima keadaan yang semakin menyudutkanku. Semua kenangan bergantian melewati otakku, bagai film yang tak pernah mau berhenti tayang. Dan, aku baru sadar, ternyata kita dulu begitu manis, begitu mengagumkan, begitu sulit untuk dilupakan.

Ada yang kurang. Ada yang tak lengkap. Aku terbiasa pada kehadiranmu, dan ketika menjalani setiap detik tanpamu, yang kurasa hanya bayang-bayang yang saling berkejaran, saling menebar rasa ketakutan. Ada rasa takut tanpa sebab yang memaksaku untuk terus memikirkan kamu. Ada kekuatan yang sulit kujelaskan yang membawa pikiranku selalu mengkhawatirkanmu. Salahkah jika aku masih inginkan penyatuaan? Salahkah jika aku benci perpisahan?

Tak banyak yang ingin kujelaskan, saat kesepian menghadangku setiap malam. Biasanya, malam-malam begini ada suaramu, mengantarku sampai gerbang mimpi dan membiarkanku sendiri melewati setiap rahasia hati. Kali ini, aku sendiri, memikirkan kamu tanpa henti. Jika kita masih saling menghakimi dan saling menyalahi, apakah mungkin yang telah putus akan tersambung dengan pasti? Aku tak tahu dan tak mau memikirkan keadaan yang tak mungkin kembali. Semua sudah jelas, namun entah mengapa aku masih sulit memahami, kenapa harus kita yang alami ini? Tak adakah yang lain? Aku dan kamu bukan orang jahat, namun mengapa kita terus saja disakiti. Bukankah di luar sana masih banyak orang jahat?

Jangan tanyakan padaku, jika senyumku tak lagi sama seperti dulu. Jangan salahkah aku, jika pelangi dalam duniaku hanya tersedia warna hitam dan putih. Setelah kamu tinggalkan kita, semuanya jadi berbeda. Aku bahkan tak mengenal diriku sendiri, karena separuh yang ada dalam diriku sudah berada dalammu, yang pergi, dan entah kapan kembali.

Saya merindukanmu, juga kita yang dulu.

Rasaku padamu


Jelaskan padaku mengapa semua jadi serumit ini? Aku tak tahu jika kamu tiba-tiba memenuhi sudut-sudut terpencil di otakku, hingga memenuhi relung-relung hatiku. Semua terjadi begitu cepat, tanpa teori dan banyak basa-basi. Aku melihatmu, mengenalmu, lalu mencintaimu. Sesederhana itulah kamu mulai menguasai hari-hariku. Kamu jadi penyebab rasa semangatku. Kamu menjelma jadi senyum yang tak bisa kujelaskan dengan kata-kata. Iya, mungkin, aku jatuh cinta. Entah kamu.

Semua kulakukan diam-diam. Begitu rapi. Hingga hatimu yang beku tak pernah berhasil cair. Semua kusembunyikan. Hingga perasaanmu yang tidak peka tetap saja tak peduli pada gerak-gerikku yang jarang tertangkap oleh sorot matamu. Aku pandai menyembunyikan banyak hal hingga kautak memahami yang sebenarnya terjadi.

Aku tak bisa melupakanmu, sungguh! Aku selalu ingat caramu menatapku. Cara kamu mencuri perhatianku. Kerutan matamu yang aneh, namun tetap terlihat memesona dalam pandanganku. Hal-hal sederhana itu seakan-akan diciptakan untuk tidak dilupakan. Tolong buat aku lupa, karena aku tak lagi temukan cara terbaik untuk menghilangkan kamu dari pikiranku.

Kita jarang punya kesempatan berbicara, berdua saja. Rasanya mustahil. Kamu dan aku berbeda, air dan api, dingin dan panas. Tapi, aku selalu ingat perkataanmu. Aku tersenyum ketika barisan kalimat itu kaukirimkan untukku. Iya, harusnya aku tak perlu sesenang itu, karena mungkin kamu menulisnya tanpa perasaan, hanya untuk merespon perkataanku saja.

Rasanya menyebalkan jika aku tak mengetahui isi hatimu. Kamu sangat sulit kutebak, kamu teka-teki yang punya banyak jawaban, juga banyak tafsiran. Aku takut menerjemahkan isyarat-isyarat yang kau tunjukkan padaku. Aku takut mengartikan kata-kata manismu yang mungkin saja tak hanya kaukatakan untukku. Aku takut memercayai perhatian sederhanamu yang kau perlihatkan secara terselubung. Aku takut, aku takut, takut. Semakin takut jika perasaan ini bertumbuh kearah yang tak kauinginkan. Tolong hentikan langkahku, jika memang segalanya yang kuduga benar adalah hal yang salah dimatamu. Tolong kembalikan aku ke jalanku dulu, sebelum aku mengganggu rute tujuanmu.

Ketahuilah, aku sedang berusaha melawan jutaan kamu yang mulai mengepul otakku, seperti asap rokok yang menggantung di udara; kamu seakan-akan nyata. Aku tak percaya,  kita bisa melangkah sejauh ini. Dan selama ini juga, aku tak pernah lagi berani mengatakan satu hal yang mungkin mengagetkanmu; aku selalu mencintaimu

di antara rindu yang selalu gagal ku ungkapkan
di dalam rasa canggung yang belum kupahami
tolong ... jangan pergi

Dirimu

Aku seringkali memerhatikan senyummu dari kejauhan. Berkali-kali tersenyum dan tertawa kecil saat bayangmu berputar-putar di otakku. Menyakitkan memang jika tahu kamu tak lagi ada di dekapku, tapi bukankah cinta juga butuh rasa sakit? Rasa sakit yang kunikmati setiap goresan lukanya, karena mencintaimu.

Aku memang pengecut, tak berani mengucap cinta dan mengamit rindu di depanmu. Tapi, ada beberapa sisi gelapku yang tak kauketahui, aku selalu mendoakanmu. Memang, cinta itu terasa seperti siksa, ketika pengungkapan tertahan pada bibir kelu, ketika tatapanku hanya bisa menjagamu dari kejauhan. Di atas semua siksa itu, aku tetap mencintaimu.

Ketika tatapan kita saling bertemu, seperti ada listrik yang menjalar di tubuhku, lalu jutaan kupu-kupu menari riang di perutku. Entah harus disebut apa, yang jelas saat-saat bola matamu menyentuh bening mataku, aku seperti lupa bernafas, seakan-akan ginjal berpindah ke usus dua belas jari. Aku seperti patung yang tak berpembuluh darah. Mungkin perasaan aneh ini tak juga kamu rasakan, tak juga kamu pedulikan. Atau mungkin saja, kamu lupa namaku, kamu tak ingat setiap abjad dalam nama lengkapku. Aku memang bukan siapa-siapa di matamu.

Tak dapat dipungkiri memang, pemendaman yang menyakitkan selalu butuh pengungkapan, dan rasa yang disembunyikan harus menemukan kejelasan. Aku memutar otak, berpikir lebih keras dari biasanya. Lalu kutatap lagi dirimu di sudut itu, beberapa meter dariku. Ada tangan nakal yang seakan-akan menarik hatiku, menggelitik rasaku, untuk setidaknya mengucap sepatah dua patah kata. Tak peduli harus terlihat bodoh ataupun tolol di matamu. Aku hanya ingin kamu memerhatikanku, walaupun hanya sedikit, walaupun hanya sedetik!

Kamu bukan malaikat dengan sayap indah, atau iblis menyebalkan dengan tanduk di kepala. Ini bukan soal keindahan fisik atau seberapa tebal dompetmu, ini tentang perasaan absurd yang bahkan tak kusadari. Ini tentang perasaan aneh yang merasuki tidur malamku dan bangun pagiku, selalu saja wajahmu tergambar jelas saat itu. Aku terhipnotis. Dan kamulah sebab dari rasa mabuk yang memiringkan langkahku, juga menganggu kinerja otakku.

Cukup, aku sekarat. Aku harus mendengar suara lembutmu mengalun. Ah, logika tak boleh ikut dalam permainan rumit bernama cinta. Tapi, lagi-lagi bibirku kelu. Lagi-lagi tentang rasa malu
Copyright 2009 My Inspiration. All rights reserved.
Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates