RSS

Handphone


Dinginnya malam
pernah kulewati bersamamu
menjamah suaramu
mendengar tawa renyahmu

Tubuhnya yang tipis
membuatku meringis
pernah juga menangis
karena mendengar ceritamu
sebab tak kunjung kaujawab tanyaku

Aku mengenalmu
karena benda tak bernafas itu
aku mencumbu, cemburu, ngilu
karena mulai mencintaimu

Tak terdengar lagi suara merdumu
yang menghantar tidurku

Dari situ
suaramu mampu menggetarkan hati
lalu hempaskan harapan hati

Aku bisa mencintaimu
tanpa pernah melihat wajahmu
juga tanpa embel-embel menggenggam jarimu

Menjelaskan kesepian


Waktu merangkak dengan cepat, merangkak yang kita kira lambat ternyata bergerak seakan tanpa jerat. Semua telah berubah, begitu juga kamu, begitu juga aku, begitu juga kita. Bahkan waktu telah menghapus KITA yang pernah merasa tak berbeda, waktu telah memutarbalikkan segalanya yang sempat indah. Tak ada yang tahu, kapan perpisahan menjadi penyebab kegelisahan. Aku menjalani, kamu meyakini, namun pada akhirnya waktu juga yang akan menentukan akhir cerita ini. Kamu tak punya hak untuk menebak, begitu juga aku.

Kaubilang, tak ada yang terlalu berbeda, tak ada yang terasa begitu menyakitkan. Tapi, siapa yang tahu perasaan seseorang yang terdalam? Mulut bisa berkata, tapi hati sulit untuk berdusta. Kalau boleh aku jujur, semua terasa asing dan berbeda. Ketika hari-hari yang kulewati seperti tebakan yang jawabannya sudah kuketahui. Tak ada lagi kejutan, tak banyak hal-hal penuh misteri yang membuatku penasaran. Aku seperti bisa meramalkan semuanya, hari-hariku terasa hambar karena aku bisa membaca menit-menit di depan waktu yang sedang kujalani. Aku bisa dengan mudah mengerti peristiwa, tanpa pernah punya secuil rasa untuk menyelami sebab dan akibatnya. Aku paham dengan detik yang begitu mudah kuprediksi, semua terlalu mudah terbaca, tak ada yang menarik. Kepastian membuatku bungkam, sehingga aku kehilangan rasa untuk mencari dan terus mencari. Itulah sebabnya setelah tak ada lagi kamu di sini. Kosong.

Bagaimana aku bisa menjelaskan banyak hal yang mungkin saja tidak kamu rasakan? Aku berada di lorong-lorong gelap dan menunggu rengkuhan jemarimu mempertemukan aku pada cahaya terang. Namun, bahkan tanganmu saja enggan menyentuh setiap celah dalam jemariku, dan penyelamatan yang kurindukan hanyalah omong kosong yang memekakkan telinga. Harapanku terlalu jauh untuk mengubah semuanya seperti dulu, saat waktu yang kita jalani adalah kebahagiaan kita seutuhnya, saat masih ada kamu dalam barisan hariku.

Perpisahan seperti mendorongku pada realita yang selama ini kutakutkan. Kehilangan mempersatukan aku pada air mata yang seringkali jatuh tanpa sebab. Aku sulit memahami kenyataan bahwa kamu tak lagi ada dalam semestaku, aku semakin tak bisa menerima keadaan yang semakin menyudutkanku. Semua kenangan bergantian melewati otakku, bagai film yang tak pernah mau berhenti tayang. Dan, aku baru sadar, ternyata kita dulu begitu manis, begitu mengagumkan, begitu sulit untuk dilupakan.

Ada yang kurang. Ada yang tak lengkap. Aku terbiasa pada kehadiranmu, dan ketika menjalani setiap detik tanpamu, yang kurasa hanya bayang-bayang yang saling berkejaran, saling menebar rasa ketakutan. Ada rasa takut tanpa sebab yang memaksaku untuk terus memikirkan kamu. Ada kekuatan yang sulit kujelaskan yang membawa pikiranku selalu mengkhawatirkanmu. Salahkah jika aku masih inginkan penyatuaan? Salahkah jika aku benci perpisahan?

Tak banyak yang ingin kujelaskan, saat kesepian menghadangku setiap malam. Biasanya, malam-malam begini ada suaramu, mengantarku sampai gerbang mimpi dan membiarkanku sendiri melewati setiap rahasia hati. Kali ini, aku sendiri, memikirkan kamu tanpa henti. Jika kita masih saling menghakimi dan saling menyalahi, apakah mungkin yang telah putus akan tersambung dengan pasti? Aku tak tahu dan tak mau memikirkan keadaan yang tak mungkin kembali. Semua sudah jelas, namun entah mengapa aku masih sulit memahami, kenapa harus kita yang alami ini? Tak adakah yang lain? Aku dan kamu bukan orang jahat, namun mengapa kita terus saja disakiti. Bukankah di luar sana masih banyak orang jahat?

Jangan tanyakan padaku, jika senyumku tak lagi sama seperti dulu. Jangan salahkah aku, jika pelangi dalam duniaku hanya tersedia warna hitam dan putih. Setelah kamu tinggalkan kita, semuanya jadi berbeda. Aku bahkan tak mengenal diriku sendiri, karena separuh yang ada dalam diriku sudah berada dalammu, yang pergi, dan entah kapan kembali.

Saya merindukanmu, juga kita yang dulu.

Rasaku padamu


Jelaskan padaku mengapa semua jadi serumit ini? Aku tak tahu jika kamu tiba-tiba memenuhi sudut-sudut terpencil di otakku, hingga memenuhi relung-relung hatiku. Semua terjadi begitu cepat, tanpa teori dan banyak basa-basi. Aku melihatmu, mengenalmu, lalu mencintaimu. Sesederhana itulah kamu mulai menguasai hari-hariku. Kamu jadi penyebab rasa semangatku. Kamu menjelma jadi senyum yang tak bisa kujelaskan dengan kata-kata. Iya, mungkin, aku jatuh cinta. Entah kamu.

Semua kulakukan diam-diam. Begitu rapi. Hingga hatimu yang beku tak pernah berhasil cair. Semua kusembunyikan. Hingga perasaanmu yang tidak peka tetap saja tak peduli pada gerak-gerikku yang jarang tertangkap oleh sorot matamu. Aku pandai menyembunyikan banyak hal hingga kautak memahami yang sebenarnya terjadi.

Aku tak bisa melupakanmu, sungguh! Aku selalu ingat caramu menatapku. Cara kamu mencuri perhatianku. Kerutan matamu yang aneh, namun tetap terlihat memesona dalam pandanganku. Hal-hal sederhana itu seakan-akan diciptakan untuk tidak dilupakan. Tolong buat aku lupa, karena aku tak lagi temukan cara terbaik untuk menghilangkan kamu dari pikiranku.

Kita jarang punya kesempatan berbicara, berdua saja. Rasanya mustahil. Kamu dan aku berbeda, air dan api, dingin dan panas. Tapi, aku selalu ingat perkataanmu. Aku tersenyum ketika barisan kalimat itu kaukirimkan untukku. Iya, harusnya aku tak perlu sesenang itu, karena mungkin kamu menulisnya tanpa perasaan, hanya untuk merespon perkataanku saja.

Rasanya menyebalkan jika aku tak mengetahui isi hatimu. Kamu sangat sulit kutebak, kamu teka-teki yang punya banyak jawaban, juga banyak tafsiran. Aku takut menerjemahkan isyarat-isyarat yang kau tunjukkan padaku. Aku takut mengartikan kata-kata manismu yang mungkin saja tak hanya kaukatakan untukku. Aku takut memercayai perhatian sederhanamu yang kau perlihatkan secara terselubung. Aku takut, aku takut, takut. Semakin takut jika perasaan ini bertumbuh kearah yang tak kauinginkan. Tolong hentikan langkahku, jika memang segalanya yang kuduga benar adalah hal yang salah dimatamu. Tolong kembalikan aku ke jalanku dulu, sebelum aku mengganggu rute tujuanmu.

Ketahuilah, aku sedang berusaha melawan jutaan kamu yang mulai mengepul otakku, seperti asap rokok yang menggantung di udara; kamu seakan-akan nyata. Aku tak percaya,  kita bisa melangkah sejauh ini. Dan selama ini juga, aku tak pernah lagi berani mengatakan satu hal yang mungkin mengagetkanmu; aku selalu mencintaimu

di antara rindu yang selalu gagal ku ungkapkan
di dalam rasa canggung yang belum kupahami
tolong ... jangan pergi

Dirimu

Aku seringkali memerhatikan senyummu dari kejauhan. Berkali-kali tersenyum dan tertawa kecil saat bayangmu berputar-putar di otakku. Menyakitkan memang jika tahu kamu tak lagi ada di dekapku, tapi bukankah cinta juga butuh rasa sakit? Rasa sakit yang kunikmati setiap goresan lukanya, karena mencintaimu.

Aku memang pengecut, tak berani mengucap cinta dan mengamit rindu di depanmu. Tapi, ada beberapa sisi gelapku yang tak kauketahui, aku selalu mendoakanmu. Memang, cinta itu terasa seperti siksa, ketika pengungkapan tertahan pada bibir kelu, ketika tatapanku hanya bisa menjagamu dari kejauhan. Di atas semua siksa itu, aku tetap mencintaimu.

Ketika tatapan kita saling bertemu, seperti ada listrik yang menjalar di tubuhku, lalu jutaan kupu-kupu menari riang di perutku. Entah harus disebut apa, yang jelas saat-saat bola matamu menyentuh bening mataku, aku seperti lupa bernafas, seakan-akan ginjal berpindah ke usus dua belas jari. Aku seperti patung yang tak berpembuluh darah. Mungkin perasaan aneh ini tak juga kamu rasakan, tak juga kamu pedulikan. Atau mungkin saja, kamu lupa namaku, kamu tak ingat setiap abjad dalam nama lengkapku. Aku memang bukan siapa-siapa di matamu.

Tak dapat dipungkiri memang, pemendaman yang menyakitkan selalu butuh pengungkapan, dan rasa yang disembunyikan harus menemukan kejelasan. Aku memutar otak, berpikir lebih keras dari biasanya. Lalu kutatap lagi dirimu di sudut itu, beberapa meter dariku. Ada tangan nakal yang seakan-akan menarik hatiku, menggelitik rasaku, untuk setidaknya mengucap sepatah dua patah kata. Tak peduli harus terlihat bodoh ataupun tolol di matamu. Aku hanya ingin kamu memerhatikanku, walaupun hanya sedikit, walaupun hanya sedetik!

Kamu bukan malaikat dengan sayap indah, atau iblis menyebalkan dengan tanduk di kepala. Ini bukan soal keindahan fisik atau seberapa tebal dompetmu, ini tentang perasaan absurd yang bahkan tak kusadari. Ini tentang perasaan aneh yang merasuki tidur malamku dan bangun pagiku, selalu saja wajahmu tergambar jelas saat itu. Aku terhipnotis. Dan kamulah sebab dari rasa mabuk yang memiringkan langkahku, juga menganggu kinerja otakku.

Cukup, aku sekarat. Aku harus mendengar suara lembutmu mengalun. Ah, logika tak boleh ikut dalam permainan rumit bernama cinta. Tapi, lagi-lagi bibirku kelu. Lagi-lagi tentang rasa malu
Copyright 2009 My Inspiration. All rights reserved.
Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates